Senin, 20 April 2009

Surat dari si Gajah

Aku Tinggal di hutan yang rindang, sejuk, dan asri. Banyak pepohonan yang tumbuh di sekitar ku, sungguh bahagia di sana. Akupun hidup tak hanya sendiri, tapi bersama ayah ibu dan saudara2 ku.Aku pun bebas dan bisa bermain dengan bergembira. Tapi…tapi itu beberapa tahun silam. Kini aku sendiri, keluargaku telah dibunuh oleh manusia berhati jahat yang hanya mementingkan materi. Saat keluargaku di bunuh, aku lari ketakutan ke tengah hutan rimba yang sunyi.

Tak hanya kelaurgaku, lingkunganku di babat mereka. Sungguh kejam! Mulai pepohonan yang menjadi makananku, mereka curi dan tak sedikitpun mereka pikirkan kelangsungan hidupku sterusnya. Seperti kini di musim kemarau tiba,aku tak tahu ke mana harus mencari makanan…...belum lagi bila si jago merah marah.ia melenyapkan tempat tinggal ku dan menggersangkan hutan ku. Lalu di mana lagi aku tinggal?

Kini tak ada lagi yang aku punya, harus ke manakah aku mengadu, harus ke manakah aku mengeluh? Ingin aku menjerit dan meronta “ Apakah keadilan itu hanya milik manusia?”Akupun makhluk tuhan yang punya hati dan perasaan serta ingin hidup di bumi tercinta. tak hanya aku yang bertubuh besar dengan belalai panjang ini, teman2 ku pun banyak yang menderita.

Si ular , buaya yang di bunuh dan di ambil kulitnya. Si badak dan harimau yang mulai kehilangan populasinya.,” semua itu hanya demi materi sesaat manusia!” apa dayalah kami,walaupun kami berkata dan tak ada yang mendengar karena itu aku marah, aku lampiaskan kemarahan kepada manusia.

Aku kembali ke rumah ku yang ternyata telah di kuasai manusia. Aku makan makanan yang mereka tanam, “ ini adalah rumahku, jadi,juga makananku,” itu pikiranku. Akan tetapi, ternayata manusia marah. Aku di tuduh sebagai hewan yang merusak lingkungan mereka. Apakah ini tidak terbalik ! di manakah keadilan?

Kami memang bukan manusia, tapi kami adalah penghuni alam semesta.
Jangan sakiti kami. Mungkin kini hanya pertiwi yang merasakan sakit kami walau hanya dalam lagu.
”..hutan gunung sawah lautan
Simpanan kekayaan, kini ibu sedang lara
Merintih dan berdo’a.”

Wahai pertiwi kapankah do’a itu akan terkabul? Dunia ini sungguh aneh.dahulu saat kami tak di jaga oleh anggota satpam- satpamu kami hidup tenang dan bahagia. Kini saat anggota satpam-satpamu bekerja, kami malah berduka. Sedikit demi sedikit hutan kami, tempat tinggal kami, kian tergusur. Bahkan sebagian dari kami dan teman-teman kami terancam punah, dan ada yang tinggal nama.

Wajarlah jika kini banyak manusia yang sengsara dengan munculnya bencana. Mungkin itu salah satu karma karena mereka menyengsarakan kami. Hanya materi sesaat yang mereka ingin kan dari kami.Tak pernahkah mereka pikirkan bencana ini bermula?, tak pernahkah mereka pikirkan bencana itu bermula dari ulah mereka?

Aku menulis surat ini agar manusia, sang penguasa dapat sadar. Seiring berjalan nya waktu,mungkin kami sang gajah hanya dapat di tinggalkan gadingnya dan yang lain hanya tinggal nama.dan anak cucu kalian pun tidak akan bisa melihat kami lagi, hanya tinggal cerita dan gambar.

Namun tak ada kata terlambat untuk berbuat. Wahai manusia sadarlah, lihatlah kami, biarkanlah kami hidup di alam dan lingkungan yang semestinya.Untuk itu,wahai mansusia sayangi kami,lestarikan kami. Ini akan memperbaiki persahabantan antara manusia dan makhluk lainnya. Alangkah indahnya jika hidup ini saling berdampingan, salam kami gajah yang merana.